Millennial dan Pemilu
Gambar: oleh Iim Azizah
Dewasa ini kata-kata mengenai millennial dan pemilu sering sekali
disampaikan pada ruang publik. Millenial merupakan generasi muda Indonesia atau
bisa disebut juga dengan Generasi Y, merupakan anak muda yang lahir dalam masa
perkembangan ilmu teknologi. Generasi millennial yang menjadi headline utama
setiap percakapan bukan tanpa alasan, hal itu terjadi karena lebih dari 50%
pemilih, adalah pemilih pemula dalam pemilu 2019 dan mereka kebanyakan adalah
generasi millennial.
Itulah alasan para tokoh politik lebih mengubah bahasa politik mereka ke
arah millennial. Generasi muda seakan terlihat seperti tambang emas bagi para
politikus dan berusaha menggaet sebanyak-banyaknya suara dari golongan millennial.
Maka tidak usah kaget ketika melihat spanduk, dan baliho-baliho calon
legislatif (caleg), maupun calon presiden (capres), sekarang terlihat kekinian dengan penampilan ala anak muda
dan slogan-slogan pro generasi
millenial.
Selain sebagai pemeran utama dalam kontestasi pemilu besok, generasi
millennial yang kebanyakan pemilih pemula juga tidak sedikit yang bingung, dan
tidak peduli dengan pilihannya. Maka cukup sering terdengar bahwa banyak
generasi muda yang dengan sadar mengaku menjadi golongan putih (golput).
Perihal kata memilih untuk tidak memilih ini memang memiliki berbagai
macam prespektif dan perdebatan tentang benar tidaknya perilaku tersebut. Namun
kita juga harus memahami alasan-alasan mengapa bisa terjadinya golput ini.
Mari kita bahas satu persatu alasan kebanyakan orang untuk golput.
Yang pertama ini adalah yang paling populer, yaitu golput karena memilih
maupun tidak memilih, tidak berdampak
apa-apa bagi kehidupan mereka.
Kebanyakan dari orang golput ini merasa pemilu tidak berdampak bagi
mereka. Salah satu alasannya karena merasa kecewa terhadap wakil-wakil rakyat
dan presiden sebelumnya yang tidak mampu mewakili rakyatnya.
Janji-janji manisnya sewaktu Pemilu pun hanyalah tinggal janji yang
ketika menjabat tidak pernah ditepati. Jadi cukuplah kami tertipu dengan janji
manis mantan kami, jangan tambah dengan janji para calon wakil rakyat kami.
Beralih ke alasan yang ke dua. Alasan satu ini lebih kepada pemilihan
presiden dan wakilnya. Yaitu golput karena
dianggap tidak ada yang baik antara dua paslon ini. Meski banyak yang
berdalih pemilihan itu terkadang memilih yang baik diantara yang terburuk,
namun bagi sebagian orang merasa itu bukanlah suatu pilihan, jika pilihan yang
ada tidak ada yang baik, maka untuk apa memilih?
Ditambah dengan politik ketakutan dan saling menjatuhkan yang dibangun
masing-masing tim kampanye, membuat mereka semakin malas memilih paslon satu,
dan tidak ada alasan memilih paslon yang satunya. Dengan kondisi politik yang
hanya memperlihatkan perpecahan dua kubu cebong dan kampret ini, dapat dimengerti
mengapa orang-orang ini golput.
Yang ke tiga dan yang terakhir kita bahas pada tulisan ini yaitu golput karena biar keren dan ikut-ikutan teman. Yang terakhir ini mungkin terlihat
mengada-ada, namun kenyataannya memang ada yang seperti itu.
Ikut memilih saat pemilu dianggap kolot dan tidak keren. Karena memang politik yang selama ini sangat tidak identik
dengan anak muda. Politik bagi generasi muda menjadi sesuatu yang membosankan,
tidak berdampak apapun kepada kehidupan mereka, sehingga timbul rasa apatis.
Mungkin masih banyak alasan seseorang untuk golput. Hal tersebutlah yang
menjadi masalah terbesar yang terjadi di Pemilu Indonesia 2019 ini. Perpecahan
akibat politik selalu saja diperlihatkan kepada masyarakatnya. Sehingga banyak
orang memilih golput daripada ikut terpecah.
Jika hal ini terus diperlihatkan kepada masyarakat, maka wajar suatu
saat suara golput lebih banyak dari pada yang memilih ketika pemilu. Jika itu
terjadi maka hancur sudah demokrasi yang diperjuangkan gagah berani dulu.
Mungkin saat itu pula ramalan Indonesia bubar kan terjadi.
Maka perlu usaha yang berbeda dan lebih keras bagi para caleg dan capres
untuk dapat menarik suara dari kaum millennial tersebut. Para calon harus lebih
giat dalam memasarkan dirinya dan program-program yang mereka punya. Bukan
malah ikut dalam perpecahan yang sudah terlanjur terjadi ini.
Sayangnya, itu terlihat begitu mustahil tampaknya bagi calon-calon wakil
rakyat kita. Hal itu terlihat dari gagasan dan slogan-slogan yang disampaikan
selalu itu-itu saja. Tidak ada pembeda yang berarti dari calon yang satu dan
calon satunya lagi.
Yang dibutuhkan oleh kaum muda saat ini adalah caleg dan capres yang berbeda
dari yang lainya. Jika tiap pemilu memperlihatkan calon wakil rakyatnya sama
dengan yang lain, maka siapa yang bisa jamin kalau yang akan kita pilih
sekarang berbeda dengan para pendahulunya yang sekarang berada di KPK?
Dan untuk para generasi millennial, kita memegang peranan penting untuk
masa depan Indonesia 5 tahun kedepan. Menjadi golput mungkin merupakan hak
seseorang, namun menjadi golput tanpa terlebih dahulu berusaha mengetahui siapa
yang akan kita pilih, itu namanya apatis.
Jika kita memiliki waktu untuk stalking
kehidupan artis idola kita, maka tidak ada alasan untuk tidak punya waktu
untuk melihat track record caleg dan
capres kita. Jika kita tidak pernah capek untuk mengunjungi tempat-tempat instagramable, maka tidak ada kata mager
untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Bagi kalian yang mungkin sempat kecewa karena tertipu janji manis pada
pemilu sebelumnya, jangan pernah berhenti berharap untuk Indonesia kan maju
kedepannya. Bagi para pemilih pemula siapkan diri kalian untuk dikecewakan jika
orang yang kalian pilih ternyata tidak sesuai harapan. Hiya hiya hiya.
Komentar
Posting Komentar